
Budidaya Kopi Desa Margamulya
Kami percaya, kualitas kopi ideal lekat dengan proses perawatan yang dilakukan dengan sepenuh hati. Para pegiat kopi dari Margamulya menghasilkan cherry hingga olahan kopi terbaik hingga tertuang ke cangkir pelanggan.
Di balik gelontor biji dan serbuk beraroma
Menelisik Budidaya Kopi Margamulya
Hasil Tangan Pegiat Lokal
Desa Margamulya, Kecamatan Cikajang, terletak di daerah Garut bagian selatan dikenal sebagai salah satu desa yang berpotensi besar dengan skala nasional bagi komoditas kopi di Jawa Barat. Dengan ketinggian Desa Margamulya yang berada di kisaran 1200-1400 mdpl, membuatnya cocok ditanami kopi jenis arabika. Tidak lain karena kawasan yang tinggi cocok untuk menjaga karakter cita rasa arabika. Serta, mengatasi kerewelan perawatan arabika terhadap hama yang lebih banyak ditemui di dataran rendah.
Panen kopi tidak secepat menyeruputnya dalam gelas, khusus arabika memerlukan waktu panen 1 kali dalam 1 tahun atau disebut juga fase panen raya kopi arabika. Jenis arabika hanyalah satu, meski memiliki beberapa varietas jenis tanaman di dalamnya seperti Abyssinia, Lini-s, Blue Mountain, Yellow Caturra, Yellow Catimor, Timor Timur, Sigararutang, Kartika, dan sebagainya. Para petani kopi Desa Margamulya, umumnya menanam kopi dengan varietas Yellow Caturra, Yellow Bourbon, Sigararutang, dan Lini-S. Proses penananamnya tidaklah berbeda, biasanya setiap varietas ditanam dengan jarak 35 cm ke samping dan 35 cm ke depan maupun ke belakang. Tapi, adapula petani yang sekadar menanam sesuai ukuran lahan yang dimiliki.
Setelah para petani melakukan penanaman tersebut, dilanjutkan dengan tahap pembibitan atau penyemaian dengan menumbuhkan bibit kopi dari biji. Bisa juga dengan stek pada kopi. Tahap penyemaian dilakukan untuk memilah kopi agar mendapat bibit berkualitas terbaik. Umumnya, tahap ini memakan waktu hingga 2 tahun hingga kopi berbuah. Makanya, untuk mendapatkan kopi yang optimal perlu waktu produksi 3 sampai 3,5 tahun. Melewati masa perawatan yang dilakukan dengan pemberian pupuk (kompos atau kimia), pembersihan lahan atau ‘dibabat dan ron-up’ dari tanaman penganggu, menyetek batang tidak produktif, mencabut daun yang menghalangi proses budidaya, dan perawatan lainnya.
Ketika tanaman kopi berbuah, para petani siap melakukan panen dengan memetik buahnya, tanpa tangkai. Soalnya, kalau tangkainya ikut tercabut bisa menyebabkan proses pertumbuhan bunga kopi menjadi lebih lama sehingga memengaruhi produksi buah. Kopi yang sudah dipetik siap masuk ke tahap pasca panen atau processing, dengan beberapa ragam cara yang ada seperti proses natural, honey, full wash, dan wet hull atau semi wash. Pembeda dari proses tersebut adalah penanganan yang dilakukan kepada biji kopi, untuk menghasilkan karakteristik dan cita rasa yang berbeda pula. Saat tahap processing, cherry kopi diolah menjadi gabah basah atau kering agar menghasilkan green bean, lalu diproses lagi menjadi roast bean.
Para petani di sini, melakukan budidaya hingga memasarkan hasilnya yang berupa green bean dan roast bean. Tetapi adapula petani yang hanya menghasilkan dan menjual cherry kopi, untuk kemudian pengolahannya dilakukan oleh pihak lain. Jangkauan penjualan para pegiat kopi dimulai dari pasar domestik hingga internasional. Tidak heran, jika salah satu desa di Garut mendapat klaim sebagai penghasil kopi berskala nasional terbaik di Indonesia.